“Bagiku hidup adalah
Kristus dan mati adalah keuntungan.” — Filipi 1:21
Awal dari Kegelapan
Adalah seorang pria yang sederhana, pekerja keras, penuh
semangat. Tapi suatu hari, dunia runtuh baginya. Diagnosis yang datang begitu
tibatiba: kanker stadium lanjut. Dunia yang tadinya penuh rencana, tibatiba
menjadi sunyi. Ketakutan, depresi, dan kehancuran menyelimuti setiap detik
hidupnya.
Kemoterapi dijalani dengan harapan. Namun yang datang adalah
rasa sakit yang lebih dalam—fisik maupun batin. Efek samping, gangguan baru,
dan tubuh yang semakin lemah membuat ia merasa seperti sedang dihukum.
"Apa gunanya semua ini jika hanya membuatku lebih menderita?"
pikirnya.
Akhirnya ia mengambil keputusan yang mengubah segalanya: ia
berhenti menjalani pengobatan.
Awal dari Pencerahan
Ia tidak menyerah. Ia memilih jalan berbeda. Bukan untuk melawan kanker, tetapi untuk mencintai hidup meski bersama kanker. Ia mulai membangun kebahagiaannya sendiri.
Di pagi hari, lagulagu rohani mengalun lembut di telinganya,
bukan untuk mengusir penyakit, tetapi untuk menguatkan jiwanya. Ia duduk
tenang, membuka kitab suci, dan mendengarkan Alkitab audio yang menjadi teman
sepanjang hari. Dalam setiap kata, ia menemukan damai. Ia belajar menerima,
bukan pasrah. Ia bangkit dari kehancuran dengan kesadaran baru: hidup bukan
tentang lamanya, tapi tentang kualitasnya.
Ia bertanya pada dirinya, “Apakah aku bangga dengan hidupku
jika hari ini adalah hari terakhir?” Pertanyaan itu menjadi cahaya yang
membimbing langkahnya.
Satu Hari untuk Satu
Hari
Ia mulai merancang hidupnya… satu hari untuk satu hari.
Ia berolahraga ringan di pagi hari, meski tubuhnya rapuh. Ia
kembali bekerja perlahan, bukan karena ambisi, tapi karena ingin bermanfaat. Ia
menulis, membaca, belajar halhal baru—bahkan halhal yang dulu ia benci.
Ia berkata, “Aku harus mencicipi segala sesuatu, karena
mungkin esok tidak ada.”
Ia berlatih meditasi, merenungi makna tubuh sebagai
kepompong jiwa, bukan sebagai penjara. Ia mengerti, hidup bukan soal apa yang
kita capai, tapi apa yang kita bentuk di dalam jiwa. Ia berperjalanan ke
gunung, ke pantai, ke tempattempat yang dulu ditunda. Ia menyatu dengan alam,
berbicara dalam diam kepada Pencipta.
Dari Kematian Menuju
Kehidupan
Hari-harinya menjadi kesaksian. Ia menjadi juru damai,
mengajak orang menjaga pola makan, tidur cukup, dan bersyukur untuk nafas hari
ini. Ia menyebarkan pesan: hidup ini rapuh, jangan tunggu sakit untuk
menghargai kesehatan.
Ia tak tahu kapan ajal datang. Tapi ia tidak takut. Karena
dalam hatinya, terang telah menyala. Ia mengerti bahwa terkadang penyakit bukan
untuk menghukum, tapi untuk memanggil kita pulang. Saat jiwa telah dibentuk,
penyakit kehilangan fungsinya, dan pergi dengan sendirinya.
Akhir yang Tak
Diketahui
Apakah ia sembuh secara medis?
Apakah ia meninggal esok, atau tahun depan?
Kita tidak tahu. Karena setiap orang yang mati semalam,
punya rencana untuk hari ini.
Dan semua yang mati hari ini, punya rencana untuk besok.
Tapi ia telah menang, bahkan sebelum ajal datang. Ia telah
menemukan apa arti sejati dari kata "hidup."
Untukmu yang Membaca
Ini
Jika kamu sedang sakit, semoga kamu sembuh dan dikuatkan.
Jika kamu sehat, semoga kamu tidak lalai menghargai
kehidupan.
Hidup ini bukan tentang menghindari kematian, tapi tentang menyambut hidup dengan penuh syukur dan keberanian.
“Tuhan tidak menjanjikan hidup tanpa badai, tapi Ia menjanjikan damai di tengah badai.” Amin.