Kamis, 12 Juni 2025

Widura: Kisah Sebatang Pulpen dan HarapanHarapan yang Hidup



Aku hanyalah sebatang pulpen biasa.

 

Tidak ada tinta emas, tak pula ukiran mewah di tubuhku. Tapi aku memiliki sesuatu yang lebih berharga: aku menjadi saksi dari harapanharapan yang ditulis dengan sepenuh jiwa.

 

Namaku Widura. Nama itu diberikan oleh tuanku — seorang pria sederhana tanpa bakat istimewa, tapi memiliki keistimewaan yang tak dimiliki banyak orang: ia mampu menjaga harapan dan menuliskan kebaikan dengan ketulusan yang murni.

 

Ia bukan penulis terkenal, bukan pula orang kaya atau tokoh penting. Tapi bagi orangorang di sekitarnya, ia adalah penolong, penguat, dan penjaga semangat.

 

Setiap hari, ia membuka buku catatan lusuh yang selalu dibawanya. Aku—si pulpen tua—digenggamnya dengan hangat, lalu dia mulai menulis:

 

 "20 Februari. Aku berharap bisa membantu Pak Min tetangga sebelah yang sedang sakit. Target selesai minggu depan."

 

 "3 Maret. Hari ini aku ingin memberikan makan untuk kucingkucing liar. Semoga aku tetap rajin."

 

 "12 April. Aku ingin belajar lebih sabar saat menghadapi anakanak jalanan, karena mereka adalah guruguru kehidupanku juga."

 

Harapanharapan itu tidak megah, tapi nyata. Dan yang lebih penting—ia benarbenar mengupayakannya.

 

Kadang aku bertanya dalam hati, bagaimana bisa seorang manusia begitu tekun menuliskan dan melaksanakan kebaikan, walau tak ada yang melihat atau memuji?

 

Ia sering berbicara kepadaku. "Widura, hari ini kita menulis harapan baru ya. Meskipun kecil, kita tetap coba ya."

 

Sungguh, aku hanyalah pulpen. Tapi entah bagaimana, aku merasa hidup. Setiap kali ia mencatat, aku merasakan getaran hangat—seperti bahagia yang menyusup ke tubuh logamku. Ketika harapannya terkabul, aku merasa seolah menari. Tapi saat harapannya gagal... aku mendengar dia bergumam, "Tidak apaapa Widura, kita coba lagi nanti. Kebaikan tak selalu harus berhasil, yang penting ikhlasnya tetap hidup."

 


Terkadang ia mencatat dengan air mata, terutama saat gagal, atau saat tak ada yang mengerti perjuangannya. Tapi ia tak pernah berhenti. Ia percaya bahwa dunia membutuhkan lebih banyak orang yang menuliskan kebaikan, walau tak dibaca siapasiapa.

 

 Dia mengajarkanku, dan mungkin kalian juga, bahwa menuliskan harapan dan kebaikan bukan hanya soal tinta di atas kertas, tapi tentang menyemai cahaya di dalam jiwa.

 

Aku merasa bangga menjadi bagian dari kisahnya.

 

Aku hanyalah benda mati—tapi berkat tuanku, aku punya perasaan.

Dan aku percaya… kalau lebih banyak orang menulis seperti tuanku, dunia akan jauh lebih baik.

 

Mungkin… kamu juga perlu memiliki satu buku dan satu pulpen.

Dan mulai menuliskan harapanharapanmu hari ini.

 

 Karena seperti kata tuanku: “Jika tak bisa menjadi pahlawan bagi dunia, jadilah penulis harapan untuk duniamu sendiri.”

 

 Ide Artikel berasal dari Imajinasi penulis dan Sarayu GPT


EmoticonEmoticon

AMarkets

Justmarkets

JustMarkets JustMarkets JustMarkets JustMarkets JustMarkets

FXPro

img img img

Exness

FBS

Tickmill

path path path path path path

XM

Roboforex

M4Markets